SandyakalaRajasawangsa, sebuah epos tentang cikal kerajaan besar nusantara: Majapahit. Ditulis oleh penulis kawakan, novel ini adalah salah satu rekam sejarah sepenggal perjalanan bangsa ini. TENTANG PENULIS Langit Kresna Hariadi adalah penggiat di bidang kemanusiaan, itulah sebabnya mantan Presiden Megawati mengganjar pengabdiannya dengan Satya Lencana Kebaktian Sosial.
Setelah raja S’ri Kerta-negara gugur, kerajaan Singhasa-ri berada di bawah kekuasaan raja Jayakatwang dari Kadiri. Salah satu keturunan penguasa Singhasa-ri, yaitu Raden Wijaya, kemudian berusaha merebut kembali kekuasaan nenek moyangnya. Ia adalah keturunan Ken Angrok, raja Singha-sa-ri pertama dan anak dari Dyah Lembu Tal. Ia juga dikenal dengan nama lain, yaitu Nararyya Sanggramawijaya. Menurut sumber sejarah, Raden Wijaya sebenarnya adalah mantu Kertana-gara yang masih terhitung keponakan. Kitab Pararaton menyebutkan bahwa ia mengawini dua anak sang raja sekaligus, tetapi kitab Na-garakerta-gama menyebutkan bukannya dua melainkan keempat anak perempuan Kertana-gara dinikahinya semua. Pada waktu Jayakatwang menyerang Singhasa-ri, Raden Wijaya diperintahkan untuk mempertahankan ibukota di arah utara. Kekalahan yang diderita Singhasa-ri menyebabkan Raden Wijaya mencari perlindungan ke sebuah desa bernama Kudadu, lelah dikejar-kejar musuh dengan sisa pasukan tinggal duabelas orang. Berkat pertolongan Kepala Desa Kudadu, rombongan Raden Wijaya dapat menyeberang laut ke Madura dan di sana memperoleh perlindungan dari Aryya Wiraraja, seorang bupati di pulau ini. Berkat bantuan Aryya Wiraraja, Raden Wijaya kemudian dapat kembali ke Jawa dan diterima oleh raja Jayakatwang. Tidak lama kemudian ia diberi sebuah daerah di hutan Terik untuk dibuka menjadi desa, dengan dalih untuk mengantisipasi serangan musuh dari arah utara sungai Brantas. Berkat bantuan Aryya Wiraraja ia kemudian mendirikan desa baru yang diberi nama Majapahit. Di desa inilah Raden Wijaya kemudian memimpin dan menghimpun kekuatan, khususnya rakyat yang loyal terhadap almarhum Kertanegara yang berasal dari daerah Daha dan Tumapel. Aryya Wiraraja sendiri menyiapkan pasukannya di Madura untuk membantu Raden Wijaya bila saatnya diperlukan. Rupaya ia pun kurang menyukai raja Jayakatwang. Tidak terduga sebelumnya bahwa pada tahun 1293 Jawa kedatangan pasukan dari Cina yang diutus oleh Kubhilai Khan untuk menghukum Singhasa-ri atas penghinaan yang pernah diterima utusannya pada tahun 1289. Pasukan berjumlah besar ini setelah berhenti di Pulau Belitung untuk beberapa bulan dan kemudian memasuki Jawa melalui sungai Brantas langsung menuju ke Daha. Kedatangan ini diketahui oleh Raden Wijaya, ia meminta izin untuk bergabung dengan pasukan Cina yang diterima dengan sukacita. Serbuan ke Daha dilakukan dari darat maupun sungai yang berjalan sengit sepanjang pagi hingga siang hari. Gabungan pasukan Cina dan Raden Wijaya berhasil membinasakan tentara Daha. Dengan kekuatan yang tinggal setengah, Jayakatwang mundur untuk berlindung di dalam benteng. Sore hari, menyadari bahwa ia tidak mungkin mempertahankan lagi Daha, Jayakatwang keluar dari benteng dan menyerahkan diri untuk kemudian ditawan oleh pasukan Cina. Dengan dikawal dua perwira dan 200 pasukan Cina, Raden Wijaya minta izin kembali ke Majapahit untuk menyiapkan upeti bagi kaisar Khubilai Khan. Namun dengan menggunakan tipu muslihat kedua perwira dan para pengawalnya berhasil dibinasakan oleh Raden Wijaya. Bahkan ia berbalik memimpin pasukan Majapahit menyerbu pasukan Cina yang masih tersisa yang tidak menyadari bahwa Raden Wijaya akan bertindak demikian. Tiga ribu anggota pasukan kerajaan Yuan dari Cina ini dapat dibinasakan oleh pasukan Majapahit, selebihnya melarikan dari keluar Jawa dengan meninggalkan banyak korban. Akhirnya cita-cita Raden Wijaya untuk menjatuhkan Daha dan membalas sakit hatinya kepada Jayakatwang dapat diwujudkan dengan memanfaatkan tentara asing. Ia kemudian memproklamasikan berdirinya sebuah kerajaan baru yang dinamakan Majapahit. Pada tahun 1215 Raden Wijaya dinobatkan sebagai raja pertama dengan gelar S’ri Kertara-jasa Jayawardhana. Keempat anak Kertanegara dijadikan permaisuri dengan gelar S’ri Parames’wari Dyah Dewi Tribhu-wanes’wari, S’ri Maha-dewi Dyah Dewi Narendraduhita-, S’ri Jayendradewi Dyah Dewi Prajnya-paramita-, dan S’ri Ra-jendradewi Dyah Dewi Gayatri. Dari Tribhu-wanes’wari ia memperoleh seorang anak laki bernama Jayanagara sebagai putera mahkota yang memerintah di Kadiri. Dari Gayatri ia memperoleh dua anak perempuan, Tribhu-wanottunggadewi Jayawisnuwardhani yang berkedudukan di Jiwana Kahuripan dan Ra-jadewi Maha-ra-jasa di Daha. Raden Wijaya masih menikah dengan seorang isteri lagi, kali ini berasal dari Jambi di Sumatera bernama Dara Petak dan memiliki anak darinya yang diberi nama Kalagemet. Seorang perempuan lain yang juga datang bersama Dara Petak yaitu Dara Jingga, diperisteri oleh kerabat raja bergelar dewa’ dan memiliki anak bernama Tuhan Janaka, yang dikemudian hari lebih dikenal sebagai Adhityawarman, raja kerajaan Malayu di Sumatera. Kedatangan kedua orang perempuan dari Jambi ini adalah hasil diplomasi persahabatan yaang dilakukan oleh Kertana-gara kepada raja Malayu di Jambi untuk bersama-sama membendung pengaruh Kubhilai Khan. Atas dasar rasa persahabatan inilah raja Malayu, S’rimat Tribhu-wanara-ja Mauliwarmadewa, mengirimkan dua kerabatnya untuk dinikahkan dengan raja Singhasa-ri. Dari catatan sejarah diketahui bahwa Dara Jingga tidak betah tinggal di Majapahit dan akhirnya pulang kembali ke kampung halamannya. Raden Wijaya wafat pada tahun 1309 digantikan oleh Jayana-gara. Seperti pada masa akhir pemerintahan ayahnya, masa pemerintahan raja Jayana-gara banyak dirongrong oleh pemberontakan orang-orang yang sebelumnya membantu Raden Wijaya mendirikan kerajaan Majapahit. Perebutan pengaruh dan penghianatan menyebabkan banyak pahlawan yang berjasa besar akhirnya dicap sebagai musuh kerajaan. Pada mulanya Jayana-gara juga terpengaruh oleh hasutan Maha-pati yang menjadi biang keladi perselisihan tersebut, namun kemudian ia menyadari kesalahan ini dan memerintahkan pengawalnya untuk menghukum mati orang kepercayaannya itu. Dalam situasi yang demikian muncul seorang prajurit yang cerdas dan gagah berani bernama Gajah Mada. Ia muncul sebagai tokoh yang berhasil mamadamkan pemberontakan Kuti, padahal kedudukannya pada waktu itu hanya berstatus sebagai pengawal raja bekel bhayangka-ri. Kemahirannya mengatur siasat dan berdiplomasi dikemudian hari akan membawa Gajah Mada pada posisi yang sangat tinggi di jajaran pemerintahan kerajaan Majapahit, yaitu sebagai Mahamantri kerajaan. Pada masa Jayana-gara hubungan dengan Cina kembali pulih. Perdagangan antara kedua negara meningkat dan banyak orang Cina yang menetap di Majapahit. Jayana-gara memerintah sekitar 11 tahun, pada tahun 1328 ia dibunuh oleh tabibnya yang bernama Tanca karena berbuat serong dengan isterinya. Tanca kemudian dihukum mati oleh Gajah Mada. Karena tidak memiliki putera, tampuk pimpinan Majapahit akhirnya diambil alih oleh adik perempuan Jayana-gara bernama Jayawisnuwarddhani, atau dikenal sebagai Bhre Kahuripan sesuai dengan wilayah yang diperintah olehnya sebelum menjadi ratu. Namun pemberontakan di dalam negeri yang terus berlangsung menyebabkan Majapahit selalu dalam keadaan berperang. Salah satunya adalah pemberontakan Sadeng dan Keta tahun 1331 memunculkan kembali nama Gajah Mada ke permukaan. Keduanya dapat dipadamkan dengan kemenangan mutlak pada pihak Majapahit. Setelah persitiwa ini, Mahapatih Gajah Mada mengucapkan sumpahnya yang terkenal, bahwa ia tidak akan amukti palapa sebelum menundukkan daerah-daerah di Nusantara, seperti Gurun di Kalimantan, Seran ?, Tanjungpura Kalimantan, Haru Maluku?, Pahang Malaysia, Dompo Sumbawa, Bali, Sunda Jawa Barat, Palembang Sumatera, dan Tumasik Singapura. Untuk membuktikan sumpahnya, pada tahun 1343 Bali berhasil ia ditundukan. Ratu Jayawisnuwaddhani memerintah cukup lama, 22 tahun sebelum mengundurkan diri dan digantikan oleh anaknya yang bernama Hayam wuruk dari perkawinannya dengan Cakradhara, penguasa wilayah Singha-sari. Hayam Wuruk dinobatkan sebagai raja tahun 1350 dengan gelar S’ri Rajasana-gara. Gajah Mada tetap mengabdi sebagai Patih Hamangkubhu-mi maha-patih yang sudah diperolehnya ketika mengabdi kepada ibunda sang raja. Di masa pemerintahan Hayam Wuruk inilah Majapahit mencapai puncak kebesarannya. Ambisi Gajah Mada untuk menundukkan nusantara mencapai hasilnya di masa ini sehingga pengaruh kekuasaan Majapahit dirasakan sampai ke Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Maluku, hingga Papua. Tetapi Jawa Barat baru dapat ditaklukkan pada tahun 1357 melalui sebuah peperangan yang dikenal dengan peristiwa Bubat, yaitu ketika rencana pernikahan antara Dyah Pitaloka-, puteri raja Pajajaran, dengan Hayam Wuruk berubah menjadi peperangan terbuka di lapangan Bubat, yaitu sebuah lapangan di ibukota kerajaan yang menjadi lokasi perkemahan rombongan kerajaan tersebut. Akibat peperangan itu Dyah Pitaloka- bunuh diri yang menyebabkan perkawinan politik dua kerajaan di Pulau Jawa ini gagal. Dalam kitab Pararaton disebutkan bahwa setelah peristiwa itu Hayam Wuruk menyelenggarakan upacara besar untuk menghormati orang-orang Sunda yang tewas dalam peristiwa tersebut. Perlu dicatat bawa pada waktu yang bersamaan sebenarnya kerajaan Majapahit juga tengah melakukan eskpedisi ke Dompo Padompo dipimpin oleh seorang petinggi bernama Nala. Setelah peristiwa Bubat, Maha-patih Gajah Mada mengundurkan diri dari jabatannya karena usia lanjut, sedangkan Hayam Wuruk akhirnya menikah dengan sepupunya sendiri bernama Pa-duka S’ori, anak dari Bhre Wengker yang masih terhitung bibinya. Di bawah kekuasaan Hayam Wuruk kerajaan Majapahit menjadi sebuah kerajaan besar yang kuat, baik di bidang ekonomi maupun politik. Hayam Wuruk memerintahkan pembuatan bendungan-bendungan dan saluran-saluran air untuk kepentingan irigasi dan mengendalikan banjir. Sejumlah pelabuhan sungai pun dibuat untuk memudahkan transportasi dan bongkar muat barang. Empat belas tahun setelah ia memerintah, Maha-patih Gajah Mada meninggal dunia di tahun 1364. Jabatan patih Hamangkubhu-mi tidak terisi selama tiga tahun sebelum akhirnya Gajah Enggon ditunjuk Hayam Wuruk mengisi jabatan itu. Sayangnya tidak banyak informasi tentang Gajah Enggon di dalam prasasti atau pun naskah-naskah masa Majapahit yang dapat mengungkap sepak terjangnya. Raja Hayam Wuruk wafat tahun 1389. Menantu yang sekaligus merupakan keponakannya sendiri yang bernama Wikramawarddhana naik tahta sebagai raja, justru bukan Kusumawarddhani yang merupakan garis keturunan langsung dari Hayam Wuruk. Ia memerintah selama duabelas tahun sebelum mengundurkan diri sebagai pendeta. Sebelum turun tahta ia menujuk puterinya, Suhita menjadi ratu. Hal ini tidak disetujui oleh Bhre Wirabhu-mi, anak Hayam Wuruk dari seorang selir yang menghendaki tahta itu dari keponakannya. Perebutan kekuasaan ini membuahkan sebuah perang saudara yang dikenal dengan Perang Paregreg. Bhre Wirabhumi yang semula memperoleh kemenanggan akhirnya harus melarikan diri setelah Bhre Tumapel ikut campur membantu pihak Suhita. Bhre Wirabhu-mi kalah bahkan akhirnya terbunuh oleh Raden Gajah. Perselisihan keluarga ini membawa dendam yang tidak berkesudahan. Beberapa tahun setelah terbunuhnya Bhre Wirabhu-mi kini giliran Raden Gajah yang dihukum mati karena dianggap bersalah membunuh bangsawan tersebut. Suhita wafat tahun 1477, dan karena tidak mempunyai anak maka kedudukannya digantikan oleh adiknya, Bhre Tumapel Dyah Kertawijaya. Tidak lama ia memerintah digantikan oleh Bhre Pamotan bergelar S’ri Ra-jasawardhana yang juga hanya tiga tahun memegang tampuk pemerintahan. Bahkan antara tahun 1453-1456 kerajaan Majapahit tidak memiliki seorang raja pun karena pertentangan di dalam keluarga yang semakin meruncing. Situasi sedikit mereda ketika Dyah Su-ryawikrama Giris’awardhana naik tahta. Ia pun tidak lama memegang kendali kerajaan karena setelah itu perebutan kekuasaan kembali berkecambuk. Demikianlah kekuasaan silih berganti beberapa kali dari tahun 1466 sampai menjelang tahun 1500. Berita-berita Cina, Italia, dan Portugis masih menyebutkan nama Majapahit di tahun 1499 tanpa menyebutkan nama rajanya. Semakin meluasnya pengaruh kerajaan kecil Demak di pesisir utara Jawa yang menganut agama Islam, merupakan salah satu penyebab runtuhnya kerajaan Majapahit. Tahun 1522 Majapahit tidak lagi disebut sebagai sebuah kerajaan melainkan hanya sebuah kota. Pemerintahan di Pulau Jawa telah beralih ke Demak di bawah kekuasaan Adipati Unus, anak Raden Patah, pendiri kerajaan Demak yang masih keturunan Bhre Kertabhu-mi. Ia menghancurkan Majapahit karena ingin membalas sakit hati neneknya yang pernah dikalahkan raja Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya. Demikianlah maka pada tahun 1478 hancurlah Majapahit sebagai sebuah kerajaan penguasa nusantara dan berubah satusnya sebagai daerah taklukan raja Demak. Berakhir pula rangkaian penguasaan raja-raja Hindu di Jawa Timur yang dimulai oleh Keng Angrok saat mendirikan kerajaan Singha-sari, digantikan oleh sebuah bentuk kerajaan baru bercorak agama Islam. Ironisnya, pertikaian keluarga dan dendam yang berkelanjutan menyebabkan ambruknya kerajaan ini, bukan disebabkan oleh serbuan dari bangsa lain yang menduduki Pulau Jawa. Sumber Disarikan dari Sejarah Nasional Indonesia Jilid II, 1984, halaman 420-445, terbitan PP Balai Pustaka, Jakarta
SandyakalaRajasawangsa, sebuah epos tentang cikal kerajaan besar nusantara: Majapahit. Ditulis oleh penulis kawakan, novel ini adalah salah satu rekam sejarah sepenggal perjalanan bangsa ini. Tentang Penulis Menulis dan berkhayal menjadi satu-satunya pekerjaan yang digelutinya. Melalui menulis itulah ia menghidupi keluarganya.
Review Majapahit Sandyakala Rajasawangsa - Langit Kresna Hariadi Majapahit Series Book Review Indonesia Pada postingan kali ini kami akan mereview novel Majapahit Sandyakala Rajasawangsa karya Langit Kresna Hariadi. Sekaligus sebagai postingan pembuka review buku bulan April ini. Yey! Bila pada bulan lalu, kami bersemangat sekali membaca segala hal terkait kerajaan-kerajaan di Nusantara. Maka bulan ini semangat tersebut masih berkobar. Kami akan memberikan review kami terhadap beberapa buku yang berkaitan dengan kerajaan masa lampau tersebut. Pada kesempatan ini kami masih akan melanjutkan cerita terkait kerajaan Majapahit. Dan mungkin juga kerajaan sebelum Majapahit. Biasanya ketika menceritakan Majapahit, akan menceritakan kerajaan yang tak kalah kondangnya, Singasari. Atau yang lebih tua, Mataram Kuno. Langsung saja! Ini dia reviewnya! Novel Majapahit Sandyakala Rajasawangsa karya Langit Kresna Hariadi Deskripsi Buku Blurb Review Buku Sejujurnya penemuan novel ini agak mengejutkan! Yaa, karena kami tidak menemukan novel ini pada pencarian kami melalui berbagai kata kunci. Tidak ada di iPusnas maupun iJak. Novel Majapahit series karya Langit Kresna Hariadi LKH ini, pernah kami lihat koleksinya pada toko online salah satu penerbit. Novel tersebut terdiri atas empat series. Dan yang dimiliki iPusnas hanya seri keduanya. Setidaknya seri itulah yang sering kami lihat. Maka, ketika kami menemukan novel tersebut ternyata ada di iPusnas, wahhhhh betapa senangnyaaa, akhirnyaaa kami dapat membaca juga series Majapahit karangan LKH. Hal ini karena kami tidak berencana membaca novel seri keduanya. Yups, pantang sekali membaca novel series terutama yang memiliki hubungan erat antar novel tanpa membaca seri pertamanya. Jadi kami awalnya memang belum berniat membaca novel-novel karangan LKH tersebut, baik Majapahit maupun Gajah Mada. Kurang lebih alasan kami belum berniat membaca novel Gajah Mada karena menurut kami masih banyak teka-teki yang menarik dari kisah awal terciptanya Majapahit. Selain itu, karena series Gajah Mada pada iPusnas belum lengkap seutuhnya. Jadi tanggung semua bukan? Dan kami memutuskan untuk menunda membacanya. Tapi mengagetkan memang, tiba-tiba novel tersebut muncul. Dan langsung kami pinjam. Tapi oh tapi. Sulit sekali meminjamnya. Setelah meminjam dan melihat jumlah halaman yang menyentuh angka 600an tersebut, kami jadi maklum. Yahh, setidaknya hal ini juga membuat kami penasaran, akan dibawa kemana cerita tersebut. Cerita yang disajikan LKH ini memang didasarkan pada serat yang ada. Hal ini terlihat dari jalan cerita yang sama dengan novel terkait Majapahit lainnya, yang pernah kami baca. Namun sangat-super-duper-kompleks. Cerita yang bahkan tidak semudah itu Singasari digempur oleh kerajaan Gelang-gelang Kediri. Ada banyak persoalan-persoalan yang rumit dan saling terjalin, menambah keruwetannya. Setidaknya disini latar belakang Raden Wijaya dikupas lebih jelas. Bahkan pada novel ini juga dijelaskan secara terperinci silsilah trah Rajasa. Hal ini terus diulang beberapa kali. Dan menurut kami versi cerita ini lebih masuk akal. Dimana Raja Kertanegara memilih Raden Wijaya untuk menjadi penerusnya, karena ia melihat adanya wahyu ? atau semacam itu, pada diri Raden Wijaya. Alasan yang menurut kami sangat masuk akal. Hal ini karena biasanya novel-novel yang menceritakan Majapahit, akan memperlihat Raden Wijaya yang sudah memiliki tempat istimewa di hati raja, namun alasan pemilihan dirinya biasanya tidak ada. Jadi ketika pada novel ini alasan raja memilih Raden Wijaya diungkapkan secara gamblang, kami jadi sangat puas, dan seolah teka-teki tersebut akhirnya dapat terpecahkan juga. Lalu, pada novel ini penulis seolah memberikan porsi yang cukup untuk setiap karakter yang terlibat. Misalnya Ranggalawe, yang sudah di munculkan dari awal dan sudah menjadi anak buahnya Raden Wijaya. Sungguh yaa, di sini Ranggalawe terlihat super duper keren, imut juga, dan ambisius pada mimpinya. Yups paket komplet yang diceritakan oleh penulis. Walaupun disini akhirnya Lembu Sora kurang mendapat banyak sorotan, namun yah beda penulis beda sudut pandang yang digunakan. Lalu penulis juga seakan ingin menghidupkan imajinasi pembacanya dengan memberikan ulasan yang sangat detail tentang suatu daerah, maupun suatu suasana. Dimana penulis sangat ciamik ketika menggabungkan antara dunia nyata dan dunia mistik. Dunia mistik yang tentunya sudah mengakar. Bahkan baru pada novel ini kami menemukan istilah lampor. Sejenis hantu yang berjalan atau berarak. Hmm. Maklum istilah lelembut kami mentok di pocong, genderuwo, kuntilanak, dan tuyul. Jadi ketika membaca "lampor", kami langsung cepat-cepat membuka KBBI, yahh walaupun oleh penulis juga di jelaskan. Hehehe. Namun, kekurangan pada novel ini ialah, penulis hanya mengunggulkan Gayatri, dari ketiga sekar kedhaton lainnya. Yah, maksudnya, bahwa sekar kedhaton lainnya juga perlu mendapat sorotan yang layak. Sebagai anak tertua Tribhuaneswari kurang mendapat banyak dialog, bahkan tidak menonjol sama sekali. Lalu Narendraduhita dan Pradnya juga bernasib sama. Peran mereka hanya tukang mengintip ketika dilaksanakan kumpul seba oleh raja, dan dihadiri Raden Wijaya. Iya, mereka mendapat jatah hanya mengintip Raden Wijaya saat seba. Agaknya tiga bersaudara ini sangat amat kurang mendapat sorotan. Dan penulis hanya berfokus pada Gayatri seorang. Masih lumayan nasib Narendradewi istri Ardaraja-dalam novel. Ia mendapatkan sorotan, lebih karena nasibnya yang kurang beruntung. Yups, ketika membaca bagian awal dan penulis memunculkan Gayatri bersama Raden Wijaya dan rombongan, masih oke. Namun ketika di sepanjang jalan cerita hanya Gayatri yang mendapat sorotan menurut kami ini kurang adil untuk sekar kedhaton lainnya. Mereka layak mendapat sorotan juga. Bahkan ketika menjabarkan kecantikan mereka, penulis agaknya kurang memberikan gambaran yang spesifik pada tiga bersaudara lainnya. Dimana mereka hanya mendapat deskripsi cantik. Sedangkan Gayatri cantik yang berseri. Aduh... kalau gini kan para emban yang seusia mereka juga penulis sebut cantik. Lalu tiga bersaudara tersebut cantik yang seperti apa? Kenapa tidak spesifik? Huufff sebal. Selain Gayatri yang mendominasi sekar kedhaton sepanjang cerita. Kami juga merasa bahwa novel dengan halaman yang tebal dan cerita yang kompleks seperti ini, perlu memberikan ilustrasi dari kejadian yang terjadi, atau minimal peta lokasi atau ilustrasi salah satu tokoh. Agar greget saja sih. Walaupun penulisnya sudah sangat detail dalam menjabarkan ceritanya. Ohiyaaaa! Ada satu lagi tokoh yang super nyebelin. Kemunculannya itu kayaknya akan sangat berpengaruh ketika nantinya utusan dari Kubilai Khan ini datang lagi, untuk membalas dendam atas tindakan yang mempermalukan Kubilai Khan, melalui utusannya Meng Khi tersebut. Walaupun pada cerita ini, Meng Khi datang langsung ditemani dengan Ike Mese Yokumisu, Shih Pi, dan Gao Sing. Jadi kayaknya nantinya mereka bertiga ini juga membawa misi sakit hati yang mereka alami langsung. Biar greget kali yaa nanti misi Kubilai Khan yang bukan hanya membawa pasukan, tetapi juga dendam, sakit hati, yang menuntut untuk dibalas. Belum lagi si tokoh yang menyebalkan itu, akan semakin membuat semrawut keadaan. Dan ada satu tokoh yang menarik, dia dan kudanya memiliki keistimewaan hidup abadi. Selain itu, ilmu kanuragan atau bela diri dan ilmu-ilmu lainnya, yang dimiliki si tokoh ini juga tak kalah kerennya. Dan tokoh ini berpihak pada Singasari, dengan memberikan petunjuk-petunjuk alam pada Raden Wijaya, Mahapatih Raganata, bahkan Sri Kertanegara juga. Hmm. Belum lagi cerita juga sangat menarik ketika membahas terkait keris Mpu Gandring. Dan segala hal terkait kemunculan keris tersebut. Ya, disini penulis mempertemukan antara kejadian nyata dalam fiksi dan kejadian mistik. Nah, kurang lebih seperti itulah review dari kami. Secara keseluruhan kami sangat menyukai cerita pada novel tersebut yang banyak sekali hal-hal baru yang dimasukan penulis untuk membuat cerita lebih greget dan kompleks. Lalu, untuk ending, karena novel ini series, maka ending pada novel ini masih sangat ngambang. Yah, bisa juga sih kalian anggap bahwa novel ini hanya bagian awal dari keseluruhan bagian cerita. Jadi, yah tentu saja kami akan melanjutkan membaca series keduanya. Untuk series ketiga dan keempat yahhh kita tunggu nanti saja. Antara menunggu series tersebut tersedia pada iPusnas atau iJak, atau malah kita akan membelinya D hohoho. Tapi menunggu promo atau diskon, hehehe. Oke! Sekian dulu review dari kami. Apabila terdapat kekurangan mohon dimaafkan. Hal-hal yang kami tuliskan pada postingan ini bersifat hanya membahas novel tersebut, bukan kejadian nyata atau sesungguhnya, karena kita tidak pernah tahu kejadian spesifik pada masa itu. Namun membaca novel sejarah ternyata sangat menyenangkan dan juga mendebarkan, bahkan ada bagian yang menegangkannya. Jadi sudah paket komplet tentu saja. Nantikan rilis postingan terbaru dari kami, setiap hari Senin dan Sabtu pada pukul WIB! Estimasi waktu membaca 001000 sepuluh menit. Semoga harimu selalu menyenangkan! Keep creative! Keep literate! See you! Salam kreatif Penulis Admin Journal Creative World Editor Admin Journal Creative World
h6gP.
  • kxmo9urbk9.pages.dev/423
  • kxmo9urbk9.pages.dev/217
  • kxmo9urbk9.pages.dev/319
  • kxmo9urbk9.pages.dev/140
  • kxmo9urbk9.pages.dev/881
  • kxmo9urbk9.pages.dev/793
  • kxmo9urbk9.pages.dev/282
  • kxmo9urbk9.pages.dev/264
  • kxmo9urbk9.pages.dev/877
  • kxmo9urbk9.pages.dev/282
  • kxmo9urbk9.pages.dev/598
  • kxmo9urbk9.pages.dev/220
  • kxmo9urbk9.pages.dev/184
  • kxmo9urbk9.pages.dev/313
  • kxmo9urbk9.pages.dev/874
  • cerita sejarah majapahit sandyakala rajasawangsa